InstaForex

Jumat, 07 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik

TINJAUAN TEORITIS


2.1 Definisi Kasus
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002). 
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia 
2.2 Anatomi Fisiologi Ginjal
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa menghilang. Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli. Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1.       Faal glomerolus.
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.

2.       Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa). Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
a.        1-2 hari : 30-60 ml
b.       3-10 hari : 100-300 ml
c.       10 hari-2 bulan : 250-450 ml
d.          2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
e.         1-3 tahun : 500-600 ml
f.            3-5 tahun : 600-700 ml
g.          5-8 tahun : 650-800 ml
h.          8-14 tahun : 800-1400 ml

3.       Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik
4.       Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
5.       Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5). 
2.3 Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi :
a.       Sindrom nefrotik bawaan , Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b.      Sindrom nefrotik sekunder. Disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain
c.       Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) (Arif Mansjoer,2000 :488) 
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah
a)       Edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
b)      Penurunan jumlah urin urine gelap, berbusa
c)       Pucat
d)      Hematuri
e)      Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus
f)         Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
g)      Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 : 335 ). 
2.5 Klasifikasi Sindrom nefrotik
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
a.       Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
b.      Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
c.       Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis. 
2.6 Patofisiologi
a.       Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b.      Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
c.       Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
d.      Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
e.      Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)
2.6 Patoflow

 

 

2.8 Pemeriksaan  Diagnostik

a.       Uji urine
1)       Protein urin – meningkat
2)       Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
3)       Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
4)       Berat jenis urin – meningkat
b.      Uji darah
1)       Albumin serum – menurun
2)       Kolesterol serum – meningkat
3)       Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
4)       Laju endap darah (LED) – meningkat
5)       Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
c.       Uji diagnostic , Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335
2.9 Penatalaksanaan
1)       Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari
2)       Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
3)       Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
·        Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
·        Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
4)       Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
5)       Fungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
(Arif Mansjoer,2000)
2.10 Komplikasi
1)       Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
2)       Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
3)       Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
4)       Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).





ASUHAN KEPERAWATAN
3.1               Pengkajian
A.      Penambahan berat badan,
B.      Edema
C.      Wajah sembab :
1.       Khususnya di sekitar mata
2.       Timbul pada saat bangun pagi
3.       Berkurang di siang hari
4.        Pembengkakan abdomen (asites)
5.       Kesulitan pernafasan (efusi pleura)
6.        Pembengkakan labial (scrotal)
7.       Edema mukosa usus yang menyebabkan :
§         Diare
§         Anoreksia
§         Absorbsi usus buruk
§         Pucat kulit ekstrim (sering
8.       Peka rangsang
9.       Mudah lelah
10.   Letargi
11.   Tekanan darah normal atau sedikit menurun
12.   Kerentanan terhadap infeksi
13.    Perubahan urin
·        Penurunan volume
·        Gelap
·        Berbau buah
3.2               Diagnosa

1.       Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga
2.       Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
3.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan
4.       Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh
5.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan
6.       Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan 
3.3               Intervensi dan rasional
a.       Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga
Tujuan
Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan volume cairan yang tepat)
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
 Intervensi
Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.
Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).
Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema sekitar mata.
Atur masukan cairan dengan cermat.
Pantau infus intra vena
Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan
Berikan diuretik bila diinstruksikan.

Rasional
Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan
Mengkaji retensi cairan
Untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema
Agar tidak mendapatkan lebih dari jumlah yang dibutuhkan
Untuk mempertahankan masukan yang diresepkan untuk menurunkan ekskresi proteinuria
Untuk memberikan penghilangan sementara dari edema
  
b.      Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
Tujuan
Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat, mempertahankan berat badan
  
Intervensi
Beri diet yang bergizi
Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid
Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan
Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya
Beri makanan spesial dan disukai anak
Beri makanan dengan cara yang menarik

Rasional
Membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak
Asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya nafsu makan anak
Agar anak lebih mungkin untuk makan
Untuk merangsang nafsu makan anak
Untuk mendorong agar anak mau makan
Untuk merangsang nafsu makan anak

c.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan
Tujuan
Tidak menunjukkan adanya bukti infeksi
Kriteria hasil :
·         Hasil laborat ( leukosit ) dbn
·         Tanda- tanda vital stabil
Tidak ada tanda – tanda infeksi

Intervensi
Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
Jaga agar anak tetap hangat dan kering
Pantau suhu.
Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi

Rasional
Untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
Untuk memutus mata rantai penyebar5an infeksi
Karena kerentanan terhadap infeksi pernafasan
Indikasi awal adanya tanda infeksi
Memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi

d.      Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh
Tujuan
Kulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas : kemerahan atau iritasi
KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh. 

Intervensi
Berikan perawatan kulit
Hindari pakaian ketat
Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehari
Topang organ edema, seperti skrotum
Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik
Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan
Rasional
Memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit
Dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan
Untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun
Untuk menghilangkan area tekanan
Karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam saja
Untuk mencegah terjadinya ulkus

e.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Dispnea
Tujuan
Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat
KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas

Intervensi
Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat
Seimbangkan istirahat dan aktifitas bila ambulasi
Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
Instruksikan istirahat bila anak mulai merasa lelah
Berikan periode istirahat tanpa gangguan

Rasional
Tirah baring yang sesuai gaya gravitasi dapat menurunkan edema
Ambulasi menyebabkan kelelahan
Aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang dapat menyebabkan kelelahan
Mengadekuatkan fase istirahat anak
Anak dapat menikmati masa istirahatnya
  
f.         Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
Tujuan
Agar dapat mengespresikan perasaan dan masalah dengan mengikutin aktivitas yang sesuai dengan minat dan kemampuan anak
KH : Pasien dapat menerima perubahan penampilan pada dirinya.

Intervensi
Gali masalah dan perasaan mengenai penampilan
Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema
Dorong sosialisasi dengan individu tanpa infeksi aktif
Beri umpan balik posisitf

Rasional
Untuk memudahkan koping
Meningkatkan harga diri klien dan mendorong penerimaan terhadap kondisinya
Agar anak tidak merasa sendirian dan terisolasi
Agar anak merasa diterima

  
  
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sindroma nefrotik adalah suatu penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia Menurut etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi sindrom nefrotik bawaan, sindrom nefrotik sekunder, sindrom nefrotik idiopatik, dan glomerulosklerosis fokal segmental.
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda klinis, seperti edema, oliguria, proteinuria, hiperkolesteronemia, anemia defisiensi besi dan. hipoalbuminemia. Terapi yang digunakan untuk sindrom nefrotik : bed rest, diet protein rendah garam, antibiotok bila ada indikasi, diuretik, kortikosteroid, dan pungsi asites bila ada indikasi vital. Komplikasi dari sindrom nefrotik adalah : infeksi, malnutrisi, trombosis, gagal ginjal akut. Prognosisnya umum baik.

4.2 Saran
Bila terjadi tanda-tanda sindrom nefrotik (SN) sebaiknya segera periksa ke tenaga kesehatan terdekat agar tidak terjadi komplikasi. Jangan anggap remeh penyakit ini karena dapat berakibat fatal pada perkembangan anak-anak.




DAFTAR PUSTAKA

*      Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta
*      Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
*      Rauf , Syarifuddin, 2002, Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UH : Makssar
*      Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Volume 2, EGC : Jakarta
*      Suriadi & Rita Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1, Fajar Interpratama : Jakarta
*      Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : Jakarta
*      http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/06/laporan-pendahuluan-pada-pasien-dengan.html